Cool Red Outer Glow Pointer

Jumat, 19 Juni 2015

PENGEMBANGAN KARIR MENURUT TEORI TRAIT AND FACTOR

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1             Tokoh
Menurut Munandir (1996:111) teori trait and factor (sifat dan faktor) ini tidak terkait dengan nama  atau tokoh tertentu, akan tetapi pikiran-pikiran ini bermula dari gagasan F.Parsons, dan kemudian tokoh-tokoh lain seperti D.G. Paterson, J.G. Darley, E.G. Williamson ikut menyumbang perkembangan dari teori trait and factor.
2.2             Teori
Trait and factor counseling dapat dideskripsikan sebagai corak konseling yang menekankan pemahaman individu melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/atau bidang pekerjaan. Pelopor pengembangan corak konseling ini yang paling terkenal ialah E.G.Williamson, corak konseling ini juga dikenal dengan directive counseling atau Counseling-Centered Counseling , karena konselor secara sadar mengadakan strukturalisasi dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi arah perkembangan konseli demi kebaikan konseling sendiri.Corak konseling ini menilai tinggi kemampuan manusia untuk berpikir rasional dan memandang masalah konseli sebagaiproblem yang harus dipecahkan dengan menggunakan kemampuan itu (problem-solving approach). Dalam segi teoritis dan dalam segi pendekatannya,corak konseling ini bersumber pada gerakan bimbingan jabatan, sebagaimana dikembangkan di Amerika Serikat  sejak awal abad yang ke-20.
Dalam bukunya yang berjudul Vocation Counseling (1965) Williamson menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling jabatan yang berpegang pada teori Trait-Factor.Pada akhir abad yang ke-19 Frank Parsons mulai mencari suatu cara untuk membantu orang-orang muda dalam memlih suatu bidang pekerjaan yang sesuai dengan potensi mereka, sehingga dapat cukup berhasil di bidang pekerjaan itu.Dalam bukunya Choosing a Vocation (1909),Frank Parsons menunjukkan tiga langkah yang harus diikuti dalam memiliih suatu pekerjaan yang sesuai,yaitu:pertama,pemahaman diri yang jelas mengenai kemampuan otak,bakat,minat,berbagai kelebihan dan kelemahan,serta ciri-ciri yang lain.Kedua,pengetahuan tentang keseluruhan persyaratan yang harus dipenuhi supaya dapat mencapai sukses dalam berbagai bidang pekerjaan,serta tentang balas jasa dan kesempatan untuk maju dalam semua bidang pekerjaan itu.Ketiga, berpikir secara rasional mengenai hubungan antara kedua kelompok diatas.Jadi,langkah pertama menggunakan analisis diri;langkah yang kedua memanfaatkan informasi jabatan (vocational information); langkah yang ketiga menerapkan kemampuan untuk berpikir rasional guna menemukan kecocokan antara ciri-ciri kepribadian, yang mempunyai relevansi terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu pekerjaan / jabatan, dengan tuntutan klasifikasi dan kesempatan yang terkandung dalam suatu pekerjaan atau jabatan.Dengan demikian, orang muda bukannya mencari pekerjaan demi asal punya pekerjaan (the hunt of a vocation). Namun prosedur yang digunakan oleh Frank Parsons untuk menemukan fakta dalam rangka langkah kerja yang pertama dan yang kedua ternyata tidak seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan dari segi analisis psikologi dan sosial secar ilmiah. Tekanan pada studi psikologi terhadap masing-masing orang dalam suatu klinik psikologis, dengan menggunakan alat-alat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menjadi ciri khas dari aliran konseling yang kemudian disebut Konseling Klinikal. Corak konseling yang berpegang pada teori Trait-Factor  berkembang dalam rangka konsepsi aliran Konseling Klinikal. Oleh karena itu, pendekatan konseling Trait-Factor dalam beberapa buku dinamakan Konseling Klinikal.
Alat yang digunakan untuk mempelajari keadaan seseorang sehingga menghasilkan suatu analisis bagi masing-masing pribadi,adalah tes-tes psikologis yang mula-mula digunakan pelh para ahli psikologi industri dalam rangka seleksi aplikam umtuk bidang-bidang pekerjaan tertentu.Berdasarkan identifikasi berbagai kemmapuan yang dimiliki atau tidak dimiliki seseorang setelah dites, dan bedasarkan penelitian terhadap tuntutan pekerjaan di lapangan untuk mengetahui kemampuan mana yang harus dimilki seseorang supaya berhasil dalam suatu jenis pekerjaan tertentu, ahli-ahli psikologi industri itu menyusun tabel-tabel prakiraan sukses atau gagalnya seorang aplikan dalam jenis pekerjaan tertentu. Cara berfikir yang demikian mulai diikuti juga oleh konselor jabatan,dengan menekankan penggunaan tes-tes psikologis sebagai alat untuk mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian seseorang yang mempunyai relevansi terhadap suatu jabatan atau pekerjaan. Dalam hal ini aliran konseling jabatan berpegang pada teori kepribadian ynag dikenal dengan nama teori Trait-factor. Yang dimaksud dengan Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berfikir, berperasaan, dan berperilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati(berperasaan), dan agresif (berperilaku).Ciri-ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinium atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.


2.3             Asumsi
Williamson merumuskan pula sejumlah asumsi yang mendasari Trait-Factor Counseling dalam suatu karangan yang dimuat dalam Theories of Counseling (Steffle,1965,Bab V), sebagai berikut:
1.        Setiap individu mempunyai sejumlah kemmapuan dan potensi,seperti taraf intelegensi umum,bakat khusus,tarif kreativitas,wujud minat serta keterampilan,yang bersama-sama membentuk suatu polayang khas untuk individu itu.Kemampuan dan variasi potensi itu merupakan ciri-ciri kepribadian (traits),yang telah agak stabil sesudah masa remaja lewat dan dapat diidentifikasikan melalui tes-tes psikologis.Data hasl testing memberikan gambaran deskriptif tentang individualitas seseorang yang lebih dapat diadalkan daripada hasil intropeksi atau refleksi terhadap diri sendiri.
2.      Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada sesseorang menunjukkan hubungan yang berlain-lain dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada seoarng pekerja di berbagai bidang pekerjaan.Juga wujud minat yang dimiliki seseorang menunjukkan hubungan yang berlain-lain dengan pola minat yang ditemukan pada orang berkarier diberbagai bidang pekerjaan.Dengan demikain dibutuhkan informasi jabatan (vocational information), yang tidak hanya mendiskripsikan tugas-tugas yang dilakukan,tetapi menggambarkan pula pola kualifikasi dalam kepribadian pekerja, yang harus dipenuhi supaya mencapai sukses dalam suatu bidang pekerjaan.Informasi jabatan yang terandalkan hanya dapat diperoleh melalui aneka usaha penelitian ilmiah,bukan berdasarkan kesan pribadi dari calon pekerja atau melalui dari pekerja yang sudah bertugas.Justru analisis jabatan dalam bentuk identifikasi kulifikasi yang dituntut,memungkinkan penemuan hubungan yang berarti dengan kemampuan minat,dan keterampilan yang diidentifikasikan pada seorang calon pekerja melalui testing pskologis.Sejumlah kualifikasi yang diketahui berdasarkan penelitian ilmiah itu justru menjadi norma objektif yang dapat digunakan sebagai patokan untuk meramalkan,apakah calon pekerja dapat berhasil dengan baik atau tidak.Ini semua memberikan dasar pada langkah ketiga menurut model Parsons dan tidak hanya timgal kesan subjektif tentang kecocokan seseorang bagi bidang pekerjaan tertentu.
3.      Diagnosis terhadap pola kemmapuan dan minat yang dimiliki seseorang harus mendahului penerimaan dan penenmpatan dalam program studi tertentu.Diagnosis atau analisis psikologi inidapat dilaksanakan dengan menggunkan alat-alat tes yang terandalkan.Penentuan kecocokan atau ketidakcocokan anatara data tentang tuntutan program studi dan data tentang individu,lebih dapat diandalkan daripada hanya prakiraan kecocokan atas dasar pandangan pribadi tentang diri sendiri dan sekedar kesan tentang tuntutan program studi.
4.        Setiap individu mampu,berkeinginan,dan berkecenderungan untuk mengenal diri sendrii serat memanfaatan pemahaman diri itu dengan berpikir baik-baik,sehngga dia akan mengunakan keseluruhan kemampuannya semaksimal mungkin dan dengan demikian mengatur kehidupannya sendiri secara memuaskan.
Mengenai martabat kehidupan manusia,Willamson berpendapat bahwa manusia berpotensi untuk melakukan yang baik dan yang jahat; namun, makna kehidupan adalah mengejar yang baik dan menolak serta mengontrol yang jahat. Dalam perkembangannya, manusia membutuhkan bantuan dari orang lain untuk dapat mengembangkan semua kemmapuan yang memadai. Konselor di Institusi pendidikan berusaha dengan sejujur-jujurnya untuk mempengaruhi arah perkembangan itu; konseli meminta bantuan konselor karena dia dari dirinya sendiri belum dapat menemukan arah perkembangannya sendiri. Proses konseling berlangsung melalui lima fase, yaitu penciptaan hubungan yang serasi dalam suasana komunikasi pribadi yang memuaskan (a warm and friendly relationship); pengembangan pemahaman diri; penyusunan suatu rencana bertindak; pelaksanaan rencana itu;konsultasi dengan tenaga pembina (maha)siswa yang lain bila perlu.
2.4  Pandangan-Pandangan Tentang Perkembangan Karir
Menurut Munandir (1996) teori trait and factor menekankan pentingnya kecocokan antara ciri (trait, factor) pribadi orang dan persyaratan kerja, makin cocok, makin besar peluang produktivitas kerja orang dan ia berkemungkinan memperoleh kepuasan. Teori ini kemudian dimodifikasi. Pilihan pekerjaan bukan sekedar soal kecocokan sifat diri dengan syarat pekerjaan, melainkan juga soal pertimbangan segi-segi seperti kognnitif, nonkognitif, dan berkenaan dengan pandangan bahwa tingkah laku itu berorientasi tujuan.
Pandangan trait and factor terutama menyoroti bagaimana seseorang akan membuat pilihan karir (vocational choice) yang dapat dipertanggungjawabkan.
2.5            Aplikasi dalam Bimbingan dan Konseling Karir
Aplikasi dalam bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor  yaitu seorang konselor dapat menggunakan alat tes psikologis yang dimanfaatkan untuk mendiagnosis atau menganalisis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi kepribadian tertentu dalam pemilihan karir yang sesuai dengan kondisi konseli. Sebagai seorang konselor harus mampu memahami sifat diri/dimensi kepribadian dari konseli, dimana dalam hal ini konseli tersebut belumlah mampu mengenali dirinya sendiri sehingga konseli tersebut mengalami masalah karir dalam kehidupannya. Jika seorang konseli dengan bantuan dari konselor sudah mampu mengenali atau memahami dirinya sendiri, maka konseli tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih karir yang sesuai dengan potensi atau kemampuan yang dimilikinya. Akan tetapi, pilihan karir tidak hanya ditentukan oleh sifat diri/dimensi kepribadian dari konseli melainkan konselor juga harus mampu memberikan data mengenai pengalaman kerja dan latar belakang individu (konseli) pada umumnya. Proses konseling menurut teori trait and factor ini dibagi ke dalam 5 tahapan, diantaranya:
1.      Analisis, merupakan tahap yang terdiri dari pengumpulan data atau informasi dari konseli.
2.      Sintesis, merupakan tahap merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa, sehingga akan menunjukkan bakat konseli, kemampuan serta kelemahannya, dan kemampuan dalam menyesuaikan diri.
3.      Diagnosis, merupakan tahap untuk menemukan ketetapan dan pola yang mengarah pada permasalahan, sebab-sebab, serta sifat-sifat konseli yang relevan, dan akan berpengaruh pada proses penyesuaian diri.
4.      Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan sumber diri sendiri dan sumber di luar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan
5.      Evaluasi atau treatment, merupakan tindak lanjut dari proses konseling.
Konseling bertujuan untuk mengajak klien berpikir mengenai dirinya dan menemukan masalah dirinya serta mengembangkan cara-cara untuk keluar dari masalah tersebut. Untuk itu secara umum konseling trait and factor dimaksud untuk membantu klien mengalami:
1.    Klarifikasi diri (self clarification)
2.    Pemahaman diri (self understanding)
3.    Pengarahan diri (self  acceptance)
4.    Pengarahan diri (self direction)
5.    Aktualisasi diri (self actualization)
Metode yang dapat digunakan oleh konselor menurut teori trait and factor ini adalah dengan menggunakan teknik-teknik seperti wawancara, prosedur interpretasi tes, dan menggunakan informasi jabatan atau pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu menyelesaikan masalah karir yang dihadapi oleh konseli. Bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor ini bertujuan untuk mengajak konseli agar dapat berfikir mengenai dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari masalah karir yang dihadapi.
Bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor dapat digunakan terhadap semua kasus yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut, ragam konseling jabatan atau konseling akademik (konseling karir), dimana konseli dihadapkan oleh keharusan untuk memilih beberapa alternatif, konseli telah menyelesaikan minimal jenjang pendidikan SMP dan sudah mulai tampak stabil dalam berbagai ciri kepribadian, konseli tidak menunjukkan kelemahan yang serius dalam beberapa segi kepribadiannya, misalnya selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan karirnya.
2.6 Keuntungan Teori Trait and factor
1.      Penekanan pada penggunaan data tes objektif membawa kepada upaya perbaikan dalam pengembangan tes dan penggunanya, serta perbaikan dalam pengumpulan data lingkungan.
2.      Penekanan yang diberian pada diagnose mengandung makna sebagai suatu perhatian terhadap masalah dan sumbernya mengarahkan kepada upaya pengkreasian teknik-teknik untuk mengarasinya.
3.      Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menyeimbangkan pandangan lain yang lebih menekaankan afektif atau emosional.
2.7 Kelemahan Pendekatan Trait-factor
Kelemahan pendekatan Trait-Factor menyangkut pilihan bidang studi dan/pekerjaan. Kelemahan tersebut antara lain sebagai berikut :
1.        Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan,keinginan,dambaan aneka nilai budaya,nilai-nilai kehidupan,dan cita-cita hidup,terhadap perkembangan jabatan anak dan remaja serta pilihan program/bidang studi dan bidang pekerjaan.
2.        Diandalkan bahwa pilihan jabatan dan pilihan program studi terjadi sekali saja da ini pun bersifat keputusan terakhir atau definitif,dengan berfikir secara rasional.
3.        Kurang diperhatiakn peranan keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangakaian pilihan anak dengan cara mengungkapkan harapan,dambaan dan memberikan pertimbangan untung-rugi sambil menunjuk tradisi keluarga;tuntutan mengingat ekonomi keluarga;serta keterbatasan yang konkret dalam kemampuan finansial dsb
4.        Kurang diperhitungkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
5.        Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu bidang pekerjaan atau program studi dapat berubah selama bertahun-tahun yang akan datang.
6.        Pola ciri-ciri kepribadian tertentu belum pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi seseorang,karena orang dari berbagai pola ciri kepribadiab dapat mencapai sukses di bidang pekerjaan yang sama.



^_^ Jika ingin mengunduh file ini, klik disini

0 komentar:

Posting Komentar

Mulutmu Harimaumu,...
so, jaga perkataannya yaa... karena tutur kata itu mencerminkan kepribadaian ^_^

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review