Cool Red Outer Glow Pointer

Jumat, 19 Juni 2015

ALIRAN SOSIOKOGNITIF DAN EKSISTENSIAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Psikologi kepribadian merupakan cabang dari ilmu psikologi yang membahas kepribadian manusia, sehingga psikologi kepribadian membahas apa dan bagaimana kepribadian itu ada terbentuk pada diri manusia. Pada teori sosial kognitif, dijelaskan mengenai tingkah laku manusia dari segi hubungan timbal balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal balik (Bandura, 1977).
Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi. Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret.
Jadi kedua aliran ini muncul untuk  untuk menggambarkan manusia secara konkret dengan terlihat memperoleh pandangan munculnya perilaku manusia. Anggapan manusia dari sudut pandang sosiokognitif dengan berbagai factor yang muncul serta pandangan menurut aliran eksistensialisme.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian aliran sosiokognitif ?
2.      Hubungan teori belajar sosial dengan aliran sosiokognitif?
3.      Apa saja faktor-faktor dalam teori sosiokognitif?
4.      Pengertian aliran eksistensialisme?
5.      Latar belakang munculnya aliran eksistensialisme?
6.      Ciri-ciri aliran eksistensialisme?
7.      Tokoh-tokoh aliran eksistensialisme?
8.      Persamaan para tokoh aliran eksistensialisme?
1.3  Tujuan
1.      Agar mahasiswa mengetahui pengertian aliran sosiokognitif dan faktor-faktornya.
2.      Agar mahasiswa mengetahui hubungan teori belajar sosial dengan aliran sosiokognitif.
3.      Agar mahasiswa mengetahui pengertian aliran eksistensialisme dan ciri-
cirinya.
4.      Agar mahasiswa mengetahui latar belakang munculnya aliran eksistensialisme.
5.      Agar mahasiswa mengetahui tokoh-tokoh serta persamaan pendapat dari para tokoh aliran eksistensialisme.
1.4  Manfaat
1.      Memberitahukan tentang aliran sosiokognitif dan aliran eksistensialisme menurut para ahli.
2.      Memberi pemahaman tentang hakikat perilaku sebagai manusia berdasarkan aliran sosiokognitif dan aliran eksistensialisme.

                                                                            BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Aliran Sosiokognitif
Menurut Bandura (dalam Woolfolk, 2009) teori sosial kognitif adalah sebuah teori yang memberikan pemahaman, prediksi, dan perubahan perilaku manusia melalui interaksi antara manusia, perilaku, dan lingkungan. Teori ini didasarkan atas proposisi bahwa baik proses sosial maupun proses kognitif adalah sentral bagi pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia. Albert Bandura (dalam Santrock, 2010) mengatakan bahwa ketika murid belajar, mereka dapat merepresentasikan atau mentransformasikan pengalaman mereka secara kognitif.
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal, memprediksi perilaku dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience), dan karakteristik individu (personal characteristic) saling berinteraksi.
Menurut Ormrod (2006) dalam teori sosial kognitif terdapat lima asumsi dasar antara lain; seseorang dapat belajar dengan mengamati orang lain, belajar merupakan proses internal yang memiliki kemungkinan mempengaruhi perilaku, perilaku dilakukan untuk mencapai tujuan, perilaku akan secepatnya diterima oleh diri dan dapat menjadi suatu kebiasaan, dan asumsi terakhir dari teori sosial kognitif adalah reinforcement dan punishment memiliki efek secara tidak langsung pada belajar dan perilaku.
2.1.1 Teori Belajar Sosial
            Teori yang erat kaitannya dengan teori sosiokognitif yang dikembangkan oleh Bandura. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan faktor lingkungan (Chowdhury, 2006). Dalam Slavin (2008) disebutkan bahwa teori pembelajaran sosial dilatarbelakangi dari Bandura yang memandang perilaku individu tidak hanya refleks otomatis (Stimulus – Respon) tetapi juga reaksi yang timbul atas interaksi lingkungan dengan proses mental internal individu tersebut.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam analisis Bandura, 1986 (dalam Woolfolk, 2004) ada beberapa fase tentang observational learning atau modeling yaitu; fase perhatian, fase pengingatan, reproduksi, dan fase motivasi. Yang penjelasan dari fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
     1.    Fase Perhatian
Pada fase ini siswa memberikan perhatian pada orang yang ditiru. Pada umumnya, siswa memberikan perhatian pada panutan yang memikat, berhasil, menarik, dan popular. Di ruang kelas, guru mendapatkan perhatian siswa dengan menyajikan isyarat yang jelas dan menarik, dengan menggunakan sesuatu yang baru dan kejutan, dan memotivasi siswa.
2.    Fase Pengingatan
Begitu guru mendapatkan perhatian siswa, kinilah saatnya mencontohkan perilaku yang mereka inginkan dan kemudian memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan dan berlatih.
3.    Reproduksi
Selama fase ini siswa mencoba untuk mencocokkan perilaku mereka dengan perilaku orang yang ditiru.
4.    Fase Motivasi
Dalam tahap ini siswa akan meniru orang yang akan ditiru karena mereka percaya bahwa tindakan seperti itu akan meningkatkan perluang mereka sendiri dikuatkan
2.1.2 Faktor-Faktor dalam Teori SosioKognitif
Dalam teori sosial kognitif, faktor internal maupun eksternal dianggap penting. Peristiwa di lingkungan, faktor-faktor personal, dan perilaku dilihat saling berinteraksi dalam proses belajar. Faktor-faktor personal (keyakinan, ekspektasi, sikap, dan pengetahuan), lingkungan fisik dan sosial (sumber daya, konskuensi tindakan, orang lain, dan setting fisik) semuanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Bandura menyebutkan interaksi kekuatan-kekuatan ini dengan reciprocal determinism.
Faktor-faktor sosial seperti model, panutan, strategi instruksional, dan umpan balik (elemen-elemen lingkungan untuk siswa) dapat mempengaruhi faktor-faktor personal siswa, seperti tujuan, sense of efficacy untuk suatu tugas, atribusi dan proses-proses self-regulated seperti merencanakan, memonitor, dan mengontrol distraksi. Pengaruh sosial di lingkungan dan faktor-faktor personal mendorong perilaku untuk menghasilkan pencapaian seperti persistensi dan usaha serta pembelajaran. Akan tetapi, perilaku-perilaku ini juga berdampak secara resiprokal pada faktor-faktor personal.
3.1 Aliran Eksistensialisme
            Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada). Cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan belum selesai, yang masih dalam proses menjadi; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
            Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Kejelasan mengenai filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; domba dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya berbeda.
Manusia menyadari keberadaannya di dunia, menghadapinya dan mengerti apa yang dihadapainya. Sedangkan benda atau materi lain tidak menyadari dirinya sendiri. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Namun tidak halnya dengan benda, hewan / materi lain, mereka hanyalah benda / barang yang disadari oleh manusia, yang disebut sebagai objek.
3.1.2 Latar Belakang Aliran Eksistensialisme
            Filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
1.      Materialisme
  Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Jadi pada prinsipnya manusia hanyalah sesuatu yang material. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
2.      Idealisme
  Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran. Idealisme menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran/kesadaran.
3.      Situasi dan Kondisi Dunia
  Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Seperti, pemberontakan aliran ini terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa. Protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam massa. Dengan kata lain, kebebasan merupakan hal yang sangat langka pada saat itu.
3.1.3 Ciri-Ciri Aliran Eksistensialisme
Mengidentifikasi ciri aliran eksistensialisme sebagai berikut :
a.       Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya terhadap idealisme Hegel.
b.      Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.
c.       Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
d.      Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
e.       Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.
f.       Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.
3.1.4 Tokoh-Tokoh Aliran Eksistensialisme
1. Soren Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard menentang keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum.
Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual”. Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.


b. Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris dan meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ia berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ia dianggap yang mempopulerkan aliran eksistensialisme.
Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L’existence précède l’essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L’homme est condamné à être libre). Ia menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
c. Martin Heidegger
Martin Heidegger (lahir di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 – meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928.
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena manusia.
d. Friedrich Nietzsche
Menurut Friedrich, manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
e. Nicholas Berdyaev
Berdyaev dilahirkan di Kiev dalam suatu keluarga militer aristokrat. Ia hidup sendirian di masa kanak-kanaknya di rumah, dan perpustakaan ayahnya memungkinkannya banyak membaca. Ia membaca karya-karya Hegel, Schopenhauer, dan Kant ketika usianya baru 14 tahun dan ia menguasai berbagai bahasa asing.
Filsafatnya dicirikan sebagai eksistensialis Kristen. Ia sangat memperhatikan kreativitas dan khususnya kemerdekaan dari segala sesuatu yang menghalangi kreativitas. Berdyaev adalah seorang Kristen yang saleh, namun ia seringkali kritis terhadap gereja yang mapan.
3.1.5 Persamaan Pandangan Para Tokoh Aliran Eksistensialisme
            Persamaan-persamaan tersebut antara lain :
a) Motif pokok dari filsafat eksistensialisme ialah apa yang disebut ‘eksistensi’, yaitu cara manusia berada. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu bersifat humanistis.
b) Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, berbuat, menjadi, dan merencanakan.
c) Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai, yang masih dalam proses menjadi
d) Tekanan filsafat eksistensialisme adalah kepada pengalaman konkrit, yakni pengalaman yang eksistensial.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pangkal tolak filsafat eksistensialisme ialah eksistensi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa eksistensi merupakan peristiwa yang azasi. Manusia menjadi sadar agar bisa berbuat, dan berbuat bertujuan dalam berbuat dia menyempurnakan dirinya.

 DAFTAR PUSTAKA




J   Jika ingin mengundh file ini, klik disini


0 komentar:

Posting Komentar

Mulutmu Harimaumu,...
so, jaga perkataannya yaa... karena tutur kata itu mencerminkan kepribadaian ^_^

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review