BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Teori Psikologi Individual
Psikologi individual memandang manusia
sebagai suatu kompensasi terhadap perasaan infioritas (harga
diri kurang). Perasaan lemah dan tidak berdaya timbul karena
pengalaman hidup anak bersama orang dewasa atau pandangan kekurangan
dalam organ tubuh, Adler mempercayai bahwa prinsip fundamental motivasi
dengan kompensasi terhadap perasaan rendah diri dapat menjelaskan
hamper seluruh perilaku manusia. Manusia dikuasai oleh perasaan banyak
kekurangan dan tidak sempurna, oleh karena itu mereka mereaksi terhadap
perasaan tidak senang itu dengan mencari kesempurnaan, kebebasan
dan keberhasilan. Adler menyebut keadaan itu dengan istilah-inferiority
complex.
Inferiority complex atau perasaan rendah diri menurut Adler
disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:
1.
Organ fisik kurang sempurna.
2.
Anak yang sering dimanja.
3.
Anak yang sering mendapat penolakan.
Adler juga menyebutkan bahwa dalam kehidupan
masyarakat maskulinitas merupakan symbol superioritas dan feminitas
adalah symbol inferioritas. Kekuatan maskulin pada pria membuat
para pira nampak superior, sedangkan feminitas pada pria membuat pria kelihatan
inferioritas. Dilain pihak, maskulinitas pada wanita membuat wanita lebih
superior, dan berusaha men-capai peran-peran pria(masculine protest).
Adler berpendapat
bahwa psikologi individual adalah konsepsi perilaku situasional social. Manusia
pada dasarnya bersifat social dan berusaha mencari tempat dalam bermasyarakat,
dan berusaha membangun suatu kesatuan pribadi
Perilaku individu merupakan perwujudan upaya pencapaian
tujuan. Secara social individu bergerak dari keadaan inferioritas kepada
keadaan superioritas, meskipun dipengaruhi oleh sikap orang tua, kondisi
keluarga, tetapi pada dasarnya setiap individu memiliki diri yang kreatif dan
bertanggunng jawab untuk memilih pikiran, tindakan, dan perasaannya sendiri.
Selain itu, Adler juga berpendapat bahwa individu merupakan suatu organisasi
diri yang konsisten. Manusia pada hakekatnya adalah penentu dirinya sendiri,
yang mampu membentuk kepribadian dari pengalaman-pengalaman mereka.
Kepribadian terbentuk dari factor hereditas dan lingkungan, tetapi kreativitaslah yang membuat
kepribadian ini menjadi berguna. Adler berpendapat bahwa bukan masa lalu
ataupun masa depan yang mempengaruhi perilaku masa kini, tetapi yang terpenting
adalah bagaimana kita mengintepretasikan setiap situasi itu.
Manusia menciptakan kepribadiannya dan sanggup mengubah kepribadian tersebut
dengan mempelajari sikap-sikap baru. Adler percaya bahwa
pada akhirnya manusia bertanggung jawab atas
kepribadian mereka sendiri. Daya kreatifitas manusia mampu
mentransformasikan perasaan-perasaan yang tidak tepat menjadi kepedulian social
maupun tujuan keberhasilan yang berpusat pada dirinya sendiri. Kemampuan
tersebut berarti bahwa manusia bebas memilih antara sehat
secara psikologis atau neurotisisme. (Jess Fiest dan Gregory J. Fiest,
hlm 58-59).
2.2 Berjuang untuk
Meraih Keberhasilan atau Superioritas
Diktum pertama teori Adlerian adalah: satu-satunya kekuatan
dinamis di balik perilaku manusia adalah perjuangan menuju keberhasilan dan
keunggulan. Diawal kariernya, Adler percaya bahwa agresi adalah kekuatan
dinamis dibelakang semua motivasi namun, dia segera menjadi tidak puas dengan
pandangan ini. Setelah menolak agresi sebagai satu-satunya kekuatan motivasi,
Adler menggunakan protes maskulin, yang mengimplikasikan kehendak untuk
berkuasa atau mendominasi orang lain.
Berikutnya, Adler menyebut kekuatan dinamis tunggal ini
perjuangan menuju keunggulan. Namun dalam teorinya yang terakhir ini pun dia
membatasi perjuangan menuju keunggulan hanya kepada orang-orang yang
memperjuangkan keunggulan pribadi saja terhadap orang lain. Dari sinilah dia
kemudian memperkenalkan istilah perjuangan menuju keberhasilan untuk melukiskan
tindakan-tindakan manusia yang dimotivasikan oleh kepedulian sosial yang
tinggi.
2.2.1
Tujuan Akhir (Final Goal)
Menurut Adler, manusia selalu berjuang menuju sebuah tujuan
akhir entah keunggulan pribadi maupun keberhasilan bagi seluruh kemanusiaan.
Namun, dalam kedua hal ini, tujuan akhir itu sendiri merupakan sebuah
fiksionalisme dan tidak memiliki eksistensi objektif. Tujuan akhir baru
memiliki makna penting jika dia sanggup menyatukan kepribadian dan menjadikan
semua perilaku bisa dipahami.
Untuk memperjuangkan tujuan akhir, manusia menciptakan dan
mengejar banyak tujuan pendukung beberapa subtujuan ini sering kali disadari namun,
hubungan antara beberapa subtujuan dengan tujuan akhir biasanya tidak
tampak.Bahkan hubungan diantara beberapa subtujuan pendukung itu sendiri jarang
bisa dipahami. Namun jika dilihat dari sudut pandang tujuan akhir, semua tujuan
pendukung ini akan bersesuaian satu sama lain dengan pola yang selalu konsisten
dalam dirinya.
2.2.2
Daya Juang sebagai Kompensasi (Striving Force as Compensation)
Manusia berjuang menuju keunggulan atau keberhasilan sebagai
alat kompensasi perasaan-perasaan inferioritas atau kelemahannya. Adler percaya
kalau kelahiran manusia dengan tubuh yang kecil, lemah dan inferior merupakan
sebuah “anugerah”. Kelemahan-kelemahan fisik ini membangkitkan perasaan
inferioritas justru karena manusia pada hakekatnya memang memiliki sebuah
kecenderungan bawaan menuju perlengkapan atau pemenuhan.
Walaupun perjuangan menuju keberhasilan bersifat bawaan, dia
tetap harus dikembangkan. Pada waktu manusia lahir, kekuatan ini eksis sebagai
potensi dan bukannya aktualitas, sehinga setiap pribadi harus
mengaktualisasikan potensi ini dengan cara mereka sendiri. Pada usia empat atau
lima tahun, anak memulai proses ini dengan menetapkan sebuah arah bagi daya
juangtersebut entah keunggulan pribadi atau keberhasilan sosial. Tujuan lalu
menyediakan garis penuntun bagi motivasi, membentuk perkembangan psikologisnya
dan memberinya sebuah sasaran.
2.2.3
Perjuangan menuju Keunggulan Pribadi (Striving for Personal Superiority)
Beberapa orang berjuang menuju keunggulan dengan sedikit
atau bahkan tidak memiliki kepedulian terhadap orang lain. Tujuannya
semata-mata pribadi, dan perjuangan mereka sebagian besar dimotivasikan oleh
perasaan-perasaan inferioritas pribadi yang berlebih-lebihan.
2.2.4
Perjuangan menuju Keberhasilan (Striving for Success)
Terbalik dengan mereka yang berjuang bagi pencapaian pribadi
adalah orang-orang yang secara psikologis sehat, yang tindakan-tindakannya
murni termotivasi oleh kepedulian social dan keberhasilan seluruh umat manusia.
Individu yang sehat ini lebih memperhatikan tujuan-tujuan yang melampaui
kenyamanan diri mereka, sanggup membantu orang lain tanpa menuntut atau mengharapkan
pujian pribadi, dan sanggup melihat orang lain bukan sebagai musuh melainkan
sebagai manusia biasa yang dengannya mereka dapat bekerja sama demi
kemaslahatan social (social benefit). Keberhasilan mereka tidak dicapai
dengan mengorbankan orang lain, melainkan lebih merupakan kecenderungan alamiah
untuk bergerak menuju penyelesaian atau penyempurnaan.
2.3 Persepsi-Persepsi
Subyektif
2.3.1
Fiksionalisme
Fiksi kita yang paling penting adalah tujuan meraih
superioritas atau keberhasilan, tujuan yang kita ciptakan di awal kehidupan dan
mungkin tidak dipahami dengan jelas. Tujuan akhir yang fiksional ini dan
subjektif ini menuntun gaya hidup kita dan menyatukan kepribadian kita. Gagasan
Adler akan fiksionlisme berasal dari buku Hans Vaihinger yang berjudul The
Philosophy of “As If” (1911/1925). Vaihinger percaya bahwa fiksi adalah gagasan
yang tidak mempunyai bentuk nyata, namun memengaruhi manusia sehingga seakan-akan
gagasan tersebut adalah nyata. Salah satu contoh sebuah fiksi adalah “Pria
lebih superior dibanding wanita”. Walaupun gagasan ini fiksi, banyak orang,
baik pria maupun wanita bertindak seolah-olah hal ini nyata. Contoh kedua
misalnya “Manusia mempunyai kehendak bebas yang memampukan mereka membuat
pilihan-pilihan”. Sekali lagi, banyak orang berlaku seolah-olah mereka dan
orang lain mempunyai kehendak bebas dan bertanggung jawab atas pilihan-pilihan
mereka. Tidak ada yang bisa membuktikan bahwa kehendak bebas itu nyata, bahwa
fiksi ini menuntun kehidupan sebagian besar dari kita. Manusia tidak dimotivasi
oleh sesuatu yang nyata, tetapi oleh persepsi subjektif mereka tentang apa yang
benar. Contoh ketiga dari fiksi adalah tentang kepercayaan kepada Tuhan yang
Maha Kuasa yang memberi imbalan kepada yang berbuat baik dan menghukum yang
berbuat jahat. Kepercayaan seperti itu menuntun kehidupan sehari-hari jutaan
manusia dan membantu pembentukan tindakan-tindakan mereka. Entah itu benar atau
salah, fiksi berpengaruh kuat terhadap kehidupan manusia.
Penekanan Adler pada fiksi, konsisten dengan pendekatan
teleologis tentang motivasi yang ia pegang erat. Teleology adalah penjelasan
tentang perilaku dalam pengertian tujuan atau sasaran akhirnya. Ini berlawanan
dengan kausalitas, yang melihat perilaku sebagai hal yang tumbuh dari sebab
spesifik. Teleology biasanya memperhatikan tujuan masa depan, sedangkan
kausalitas benyak berhubungan dengan pengalaman masa lalu yang dasarnya adalah
kausal. Ia percaya bahwa pengalaman masa lalu memotivasi perilaku saat ini.
Sebaliknya, Adler memakai pendekatan teleologis di mana manusia dimotivasi oleh
persepsi mereka pada saat ini tentang masa depan. Sebagai fiksi,
persepsi-persepsi ini tidak perlu disadari atau dimengerti. Namun demikian,
persepsi ini memberikan tujuan pada semua tindakan manusia dan bertanggung
jawab untuk pola konsisten yang berjalan disepanjang hidup mereka.
2.3.2
Kelemahan fisik
Oleh karena manusia memulai hidupnya dari kondisi yang
kecil, lemah, dan inferior, maka mereka mengembangkan fisika atau sistem
kepercayaan tentang bagaimana mengatasi kelemahan fisik ini dengan menjadi
besar, kuat, dan superior. Akan tetapi, bahkan setelah mereka memperoleh ukuran
yang besar, kekuatan, dan superioritas, mereka bersikap seolah-olah mereka
masih kecil, lemah, dan inferior.
Adler (1929/1969) bersikeras bahwa semua umat manusia
“dikaruniai” kelemahan anggota tubuh. Keterbatasan fisik sedikit atau
bahkan tidak berarti sama sekali bagi manusia, kecuali keterbatasan ini menstimulasi
perasaan subjektif tentang inferioritas, yang befungsi sebagai dorongan menuju
kesempurnaan atau keutuhan. Beberapa orang mengganti perasaan inferior
dengan bergerak menuju keadaan psikologis yang sehat dan gaya hidup yang
bermanfaat, sementara yang lain melakukan kompensasi secara berlebihan dan
termotivasi untuk menakklukan orang lain atau menarik diri dari orang lain.
Sejarah memberikan banyak contoh, seperti Demosthenes atau
Beethoven yang mengatasi kelemahannya dan memberikan kontribusi penting dalam
masyarakat. Adler sendiri lemah dan sakit-sakitan ketika ia masih kecil, dan
penyakitnya ini mendorongnya untuk mengalahkan kematian dengan menjadi
seseorang dokterserta mendorongnya bersaing dengan kakak laki-lakinya dan
Sigmud Freud.
Adler (1929/1969) menekankan bahwa kelemahan fisik saja
tidak menyebabkan seseorang menjalani gaya hidup tertentu. Kelemahan fisik
hanya memberikan motivasi pada saat ini untuk meraih tujuan masa depan.
Motivasi seperti ini, seperti semua aspek kepribadian, menyatu dan self-consistent.
2.4 Kesatuan dan
Self-Consistency dari Kepribadian
Prinsip ketiga dari teori Adlerian adalah: Kepribadian itu
menyatu dan self-consistent.
Ketika memilih istilah psikologi individual, Adler berharap
untuk menekankan keyakinannya bahwa setiap orang itu unik dan tak terpisahkan.
Jadi, psikologi individual menekankan pada kesatuan fundamental dari
kepribadian dan gagasan bahwa perilaku yang tidak konsisten itu tidak ada.
Pikiran, perasaan, dan tindakan, semuanya mengarah pada satu sasaran dan
berfungsi untuk mencapai satu tujuan. Ketika seseorang bersikap tidak
teratur atau tidak bisa diprediksi, perilaku mereka memaksa orang lain menjadi
defensive dan waspada terhadap tindakan yang tak terduga. Meskipun perilaku
mereka kelihatan tidak konsisten, ketika dilihat dari persepktif tujuan akhir,
perilaku tersebut terlihat baik. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa perilaku
perilaku yang mereka tunjukkan merupakan usaha-usaha yang tidak disadari untuk
mengecoh dan menempatkan orang lain lebih rendah dari dirinya.
Adler (1956) mengenali beberapa cara dimana keseluruhan diri
manusia berfungi dengan kesatuan dan self-consistency:
1.
Bahasa organ
Menurut Adler (1956), keseluruhan diri manusia berjuang
dengan cara yang self-consistent demi satu tujuan, dan setiap
tindakan serta fungsi masing-masing hanya dapat dipahami sebagai bagian dari
tujuan tersebut. Gangguan terhadap satu bagian tubuh tidak bisa dilihat secara
terpisah atau tersendiri karena hal ini memengaruhi keseluruhan diri seseorang.
Faktanya, kelemahan suatu organ tubuh memperlihatkan arah dari tujuan
seseorang, suatu kondisi yang dikenal sebagai bahasa organ (organ dialect).
2.
Kesadaran dan ketidaksadaran
Adler (1956) mendefinisikan ketidaksadaran sebagai bagian
dari tujuan yang tidak dirumuskan dengan jelas atau tidak dipahami secara utuh
oleh seseorang. Berdasarkan definisi ini, Adler menghidari dikatomi antara
ketidaksadaran dan kesadaran, di mana ia memandangnya sebagai dua bagian yang
bekerja sama dalam sistem yang menyatu. Pikiran-pikiran sadar adalah pikiran
yang dipahami dan diperlakukan seseorang sebagai hal yang membantunya dalam
usaha meraih keberhasilan, sedangkan pikiran-pikiran tidak sadar adalah pikiran
yang tidak membantu usaha tersebut.
2.5 Minat Sosial
Adler berpendapat bahwa minat sosial adalah bagian dari
hakikat manusia
dalam
dalam besaran yang berbeda muncul pada tingkah laku setiap orang. Minat
sosial
membuat individu mampu berjuang mengejar superioritas dengan cara yang
sehat
dan tidak tersesat ke salah suai. Bahwa semua kegagalan, neurotik, psikotik,
kriminal,
pemabuk, anak bermasalah, dst., menurut Adler, terjadi karena penderita
kurang
memiliki minat sosial.
2.6 Gaya Hidup
Menurut
Fiest and Fiest (2010) Gaya hidup (style of life) adalah istilah yang digunakan
Adler untuk menunjukkan selera hidup seseorang. Gaya hidup mencakup tujuan
seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia.
Gaya hidup adalah hasil interaksi antara keturunan atau bawaan lahir,
lingkungan dan daya kreatif yang dimiliki seseorang. Adler (1956) menggunakan
analogi musik untuk menjelaskan istilah gaya hidup. Nada-nada yang terpisah
adalah komposisi tanpa makna jika tanpa keseluruhan lagu, namun lagu memperoleh
makna tambahan ketika kita mengenali gaya seorang pencipta lagu atau ekspresi
sikapnya yang unik.
Gaya hidup seseorang terbentuk dengan cukup baik ketika
mencapai umur empat atau lima tahun. Setelah masa tersebut, semua tindakan kita
berputar disekitar gaya hidup kita yang sudah terbentuk itu. Walaupun tujuan
akhir hanya satu, gaya hidup tidak perlu sempit atau kaku. Individu yang tidak
sehat secara psikologis sering menjalani hidup yang tidak fleksibel yang
ditandai dengan ketidakmampuan untuk memilih cara baru dalam beraksi dengan
lingkungannya. Sebaliknya, orang yang sehat secara psikologis berperilaku
dengan cara yang berbeda dan fleksibel dalam gaya hidup yang kompleks, selalu
berkembang, dan berubah. Manusia yang sehat melihat banyak cara dalam meraih
keberhasilan dan terus-menerus mencari cara untuk menciptakan pilihan-pilihan
baru dalam hidup mereka. Meskipun tujuan akhir mereka tetap sama, cara mereka
menghayati dan menerima tujuan hidup tersebut yang selalu berubah. Jadi, mereka
bisa memilih pilihan baru dalam setiap titik kehidupan mereka.
Manusia dengan gaya hidup yang sehat dan bermanfaat secara
sosial menunjukkan minat sosial mereka melalui tindakan. Mereka secara aktif
berusaha mencari penyelesaian dari apa yang disebut Adler dengan tiga masalah
utama dalam kehidupan-kasih, cinta secara seksual, dan pekerjaan dan mereka
melakukannya dengan kerjasama, keteguhan hati, dan kerelaan untuk memberikan
kontribusi demi kesejahteraan orang lain. Adler (1956) percaya bahwa manusia
dengan gaya hidup yang bermanfaat secara sosial memperlihatkan bentuk kemanusiaan
yang paling tinggi dalam proses evolusi dan bentuk ini sangat mungkin memenuhi
dunia di masa depan.
2.7 Daya Kreatif
Adler percaya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk
menciptakan gaya hidupnya sendiri. Pada akhirnya, setiap orang bertanggung jawab akan dirinya sendiri dan bagaimana
mereka berperilaku. Daya Kreatif (creative power) yang mereka miliki membuat
mereka mengendalikan kehidupan mereka sendiri, bertanggung jawab akan tujuan
akhir mereka, menentukan cara yang mereka pakai untuk meraih tujuan tersebut,
dan berperan dalam membentuk mint sosial mereka. Singkatnya, daya kreatif
membuat setiap orang menjadi individu bebas. Daya kreatif adalah konsep dinamis
yang menggambarkan pergerakan (movement), dan pergerakan ini adalah
karakteristik hidup yang paling penting. Semua kehidupan psikis mencakup
pergerakan ke tujuan dan pergerakan dengan arah (Adler, 1964).
Setiap orang menggunakan keturunan dan lingkungan sebagai
bata dan palu untuk membangun kepribadian, nemun rancangan arsitekturalnya
menggambarkan gaya hidup seseorang. Hal yang terpenting adalah bukan apa yang
ada dalam diri seseorang, tetapi bagaimana seseorang bisa menggunakan semua hal
yang ada dalam dirinya.
Kita tidak dipaksa untuk menumbuhkan minat sosial karena
kita tidak mempunyai sifat bawaan yang mengharuskan kita menjadi orang baik.
Sebliknya, kita tidk mempunyai sifat jahat bawaan yang membuat kita harus
melepaskan sifat tersebut. kita adalah kita karena sudah memanfaatkan semua
bahan-bahan yang ada dalam diri kita.
Adler (1929/1964) menggunakan analogi yang menarik, yang ia
sebut sebagai “hukum ambang pintu rendah” (the law of the low doorway). Jika
anda mencoba masuk melalui ambang pintu setinggi empat kaki, maka anda
mempunyai dua pilihan. Pertama, anda bisa menggunakan kemampuan berpikir
kreatif untuk membungkuk ketike mendekati pintu masuk sehingga masalah dapat
dipecahkan dengan baik. Sebaliknya, jika anda terbentur dan terjatuh
kebelakang, maka anda masih harus menyelesaikan masalah dengan benar atau anda
akan terus-menerus terbentur.
2.8
Perkembangan Abnormal
Menurut Adler (1956), satu faktor yang mendasari semua jenis
ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri adalah minat sosial yang tidak
berkembang. Selai kurangnya minat sosial, orang-orang neurotik cenderung untuk
(1) menetapkan tujuan yang terlaku tinggi, (2) hidup dalam dunianya sendiri dan
(3) mempunyai gaya hidup yang kaku dan dogmatis. Ketiga karakteristik ini
terjadi karena kurangnya minat sosial. Pendeknya, manusia mengalami kegagalan
dalam hidupnya karena mereka terlalu memperhatikan diri mereka sendiri dan
kurang memperhatikan orang lain.
2.8.1
Faktor
Eksternal Penyebab Ketidakmampuan Menyesuaikan Diri
Mengapa ada orang-orang yang mengalami ketidakmampuan
menyesuaikan diri? Adler (1964) menyebutkan tiga faktor penyebab, satu dari
ketiganya cukup untuk menyebabkan munculnya ketidaknormalan : (1) kelemahan
fisik yang berlebihan, (2) Gaya hidup manja, dan (3) gaya hidup terabaikan.
1.
Kelemahan fisik yang berlebihan
Kelemahan fisik yang
berlebihan, baik itu faktor bawaan ataupun akibat kecelakaan maupun penyakit,
tidak cukup untuk menyebabkan ketidakmampuan menyesuaikan diri. Hal ini harus
disertai perasaan inferior yang menonjol. Perasaan subjektif ini mungkin timbul
karena tubuh yang tidak sempurna, namun perasaan ini adalah hasil dari daya
kreatif. Setiap orang lahir ke dunia dengan “dikaruniai” kelemahan fisik, dan
kelemahan ini mengarah pada perasaan inferior. Orangorang dengan kelemahan
fisik yang berlebihan terkadang membentuk perasaan inferior yangberlebihan
karena mereka berusaha keras untuk melakukan kompensasi terhadap kelemahan
mereka. Mereka cenderung menjadi terlalu peduli pada diri sendiri dan kurang
mempertimbangkan keadaan orang lain.
2.
Gaya hidup manja
Gaya hidup manja
kebanyakan ada dalam hidup orang-orang neurotik. Orang-orang yang manja
memiliki minat sosial yang lemah, namun punya hasrat yang kuat untuk terus
mempertahankan hubungan yang bersifat parasit, seperti hubungan yang mereka
miliki sebelumnya dengansalah satu atau kedua orang tua mereka. Mereka mengharapkan
orang lain untuk merawat, melindungi dan memuaskan kebutuhan mereka.
Karakteristik yang menonjol dari mereka adalah putus asa yang berlebihan,
kebimbangan, oversensitif, tidak sabar, dan emosi yang berlebihan, terutama
kecemasan. Mereka memandang dunia dengan kecacatan pribadi dan meyakini bahwa
mereka berhak untuk menjadi yang pertama dari segalanya.
3.
Gaya hidup terabaikan
Faktor eksternal
ketiga yang menyebabkan ketidak mampuan menyesuaikan diri adalah pengabaian.
Anak-anak yang merasa tidakdicintai dan tidak diinginkan akan membentuk gaya
hidup yangterabaikan. Pengabaian adalah konsep relatif. Tidak ada orang
yangmerasa benar-benar terabaikan atau tidak diinginkan. Kenyataan bahwa
seorang anak bisa melewati masa bayi adalah bukti bahwa seseorang merawat
anaknya dan bahwa benih minat sosial telah ditanam.Anak-anak yang disiksa dan
diperlakukan tidak baik mempunyai minat sosial yang minim cenderung menciptakan
gaya hidup yang terabaikan. Mereka hanya sedikit memiliki rasa percayadiri dan
membuat perkiraan yang terlalu jauh yang berkaitan dengan masalah-masalah utama
dalam hidup. Mereka tidak percaya pada orang lain dan tidak mampu bekerja sama
untuk kebaikan bersama.Mereka melihat masyarakat sebagai musuh, merasa terasing
dariorang lain, dan mengalami rasa iri yang kuat terhadap keberhasilan orang
lain. Anak-anak yang terabaikan punya banyak karakteristik seperti anak-anak
manja, tetapi secara umum mereka lebih mudah curiga dan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk membahayakan orang lain.
2.8.2
Kecenerungan untuk Melindungi
Adler percaa bahwa
manusia menciptakan pola perilaku untuk melindungu perasaan berlebihan akan
harga diri mereka terhadap rasa malu dimuka umum. Alat perlindungan ini, ang
disebut kecenderungan untuk melindungi (safeguarding tendencies) membuat
manusia mampu menyembunyikan cita diri mereka ang tinggi ( inflated
self-image) dan mempertahankan gaa hidup yang merka jalan saat ini.
Konsep Adler mengenai
kecenderungan untuk melindungi ini bisa dibandingkan dengan konsep freud tentang
mekanisme pertahanan diri. Dasar dari keduanya adalah gagasan tentang
gejala-gejala ang dibentuk sebagai perlindungan terhadap kecemasan. Akan
tetapi, ada perbedaan penting diantara kedua konsep tersebut. Mekanisme
pertahanan diri Freudian dilakukan secara tidak sadar untuk melindungi ego dari
kecemasan, sedangkan kecenderungan untuk melindungi harga diri seseorang yang
rapuh dari rasa malu dimuka umum. Selain itu, mekanisme pertahanan diri dari
Freud adalah hal yang umum nya ada pada setiap orang, tetapi Adler (1956)
mengaitkan kecenderungan untuk melindungi hanya dengan hal-hal ang bereknaan
dengan konstruksi gejala-gejala neurotic. Membuat alasan, agresi, dan penarikan
diri adalah tiga hal yang umunya terjadi akibat kecenderungan untuk melindungi.
Masing-masing hal tersebut dibentuk untuk melindungi gaya hidup seseorang ang
dijalaninya. Ada 3 kecenderungan melindungi
diri secara umum yaitu :
1. Berdalih (Excuses)
Tipikal berdalih terekspresikan dalam format
“Ya, tetapi” atau “Jika saja”. Contohnya : “ Ya, saya ingin kuliah, tetapi
anak-anak saya menuntut banyak perhatian.” “Jika saja suami saya lebih
mendukung, karier saya tentu akan menanjak lebih cepat.” Dalih-dalih ini
melindungi rasa percaya diri yang lemah, namun dibuat seolah-olah tinggi dan
menipu orang lain untuk percaya bahwa diri mereka lebih unggul/superior
daripada yang sebenarnya.
2. Agresi
Beberapa orang melakukan agresi untuk melindungi
kompleks keunggulan mereka yang berlebih-lebihan yaitu dengan melindungi rasa
percaya diri mereka yang rapuh. Agresi bisa berbentuk :
1)
Penyombongan diri
(depreciation) : kecenderungan untuk merendahkan keberhasilan orang lain dan
melebih-lebihkan prestasinya sendiri.
2)
Pengkambing-hitaman
(accusation) : kecenderungan untuk menyalahkan orang lain atas kegagalan dirinya
dan berusaha mencari kesempatan untuk membalasnya agar dapat melindungi rasa
percaya dirinya yang rapuh.
3)
Penuduhan-diri
(self-accusation) : kecenderungan untuk merendahkan diri sendiri agar
memunculkan penderitaan bagi orang lain sembari melindungi rasa percaya diri
mereka yang yang lemah.
3. Menarik Diri (Withdrawal)
Ada 4 model
perlindungan lewat menarik diri yaitu :
1) Mundur ke belakang (moving backward) : kecenderungan untuk
melindungi tujuan keunggulan fiksional seseorang dengan mundur secara psikologis
ke periode kehidupan yang lebih aman. Mundur kebelakang dirancang untuk meraih
simpati, sikap menawarkan kebaikan namun esensinya merusak, khas perilaku
anak-anak manja.
2) Diam di tempat (standing still) : kecenderungan untuk diam di
tempat tidak bergerak kea rah manapun untuk menghindari tanggung jawab apapun
agar dapat melindungi diri dari ancaman kegagalan.
3) Ragu-ragu (hesitating) : merasa tidak pasti ketika dihadapkan
dengan masalah-masalah yang sulit.
4)
Menjadi Pengamat
(constructing obstacle) : mereka melindungi harga diri dan prestise mereka,
jika mereka gagal menaklukkan rintangan, mereka dapat selalu memiliki
kesempatan untuk berdalih.
2.8.3
Maskulin Protest
Kehidupan psikis perempuan pada esensinya sama
dengan laki-laki dan bahwa masyarakat yang didominasi laki-laki bukan sesuatu
yang alamiah melainkan lebih merupakan produk artificial perkembangan sejarah.
Sejak dini laki-laki diajarkan menjadi maskulin
berarti menjadi berani, kuat, dan dominant. Sebaliknya anak perempuan
seringkali belajar menjadi pasif dan menerima posisi inferior di masyarakat.
Beberapa perempuan yang memperjuangkan peran femininnya, mengembangkan
orientasi maskulin tapi ada juga yang memilih mundur kepada keyakinan bahwa
mereka memang manusia lemah, mengakui posisi laki-laki yang diistimewakan
dengan mengalihkan tanggungjawab kepada mereka. Ini merupakan hasil dari
pengaruh cultural dan social, bukannya dari perbedaan fisik yang inheren
diantara kedua jenis kelamin tersebut.
2.9
Penerapan Psikologi Individual
Penerapan Psikologi Individual
dibagi menjadi 4 area: 1. Konstelasi keluarga, 2. Ingatan masa kecil, 3. Mimpi,
dan 4. Psikoterapi.
2.9.1
Konstelasi Keluarga
Ketika melakukan
terapi, Adler hampir selalu bertanya kepada pasien tentang kontelasi keluarga
mereka, yaitu urutan kelahiran, gender darri saudara kandung, dan umur yang
terbentang di antara mereka. Walaupun persepsi seseorang terhadap situasi
dimana mereka dilahirkan lebih penting daripada sekedar nomor urut, Adler tetap
membuat hipotesis tentang urutan kelahiran.
Anak
sulung menurut Adler (1931), kemungkinan besar memiliki perasaan berkuasa dan
superioritas yang kuat, kecemasan tinggi, serta kecenderungan untuk
overprotektif (ingat bahwa Freud adalah anak sulung).
Menurut
Adler, anak kedua (seperti dirinya) memulai hidup dalam situasi yang lebih baik
untuk membentuk kerja sama dan minat social. Sampai tingkat tertentu,
kepribadian anak kedua dibentuk oleh persepsi mereka akan sikap anak sulung
terhadap mereka. Jika sikap yang ditunjukan oleh anak sulung adalah permusuhn
dan balas dendam yang berlebihan, maka anak kedua akan menjadi kompetetif dan
berkecil hati.
Anak
bungsu, diyakini Adler, biasanya yang paling dimanja dan konsekuensinya,
memiliki resiko tinggi menjadi anak yang bermasalah. Mereka sering memiliki
perasaan inferior yang kuat dan kuang mandiri. Meskipun begitu, namun mereka
juga memiliki semangat yang tinggi.
Anak
tunggal berada dalam posisi yang unik dalam hal daya saing, yaitu tidak beraing
dengan saudar-saudarany, namun terhadap ayah dan ibunya. Adler dalam buku Fiest
and Fiest menyatakan bahwa bias saja anak tunggal kurang memiliki sifat kerja
sama dan minat social, bersikap parasit, serta mengharapkan orang lain untuk
memanjakan dan melindungi mereka.
2.9.2
Ingatan Masa Kecil
Adler
(fiest and fiest.2010:103) menegaskan bahwa ingatan masa kecil selalu konsisten
dengan gaya hidup seseorang pada saat ini, dan laporan subyektif mereka akan
pengalaman-pengalaman ini menghasilkan pemahaman tentang tujuan akhir dan gaya
hidup mereka saat ini. Salah satu ingatan masa kecil Adler adalah perbedaan menyolok antara kesehatan yang baik
yang dimiliki kakanya, Sigmund dan keadaan sakit-sakitan yang dialami Adler.
Salah satu ingatan masa kecilku adalah duduk di pantai…penuh
balutan karena penyakit rakhitis, dan kakaku
yang sehat duduk didepanku. Ia berlari, melompat, dan bergerak ke sana ke mari
dengan mudahnya, sedangkan untukku bergerak sedikit saja harus bersusah payah…
semua orang berusaha menolongku
(fiest and fiest, 2010, hlm.103)
Jika asumsi Adler bahwa ingatan masa
kecil merupakan indicator yang valid untuk mengetahui gaya hidup seseorang,
maka cerita ini bias menghasilkan petunjuk tentang gaya hidup Adler ketika ia
dewasa. Pertama, cerita ini memberitahu kita bahwa Adler pasti memandang
dirinya sebagai orang yang lemah, bersaing dengan gagaah berani melawan musuh
yang kuat. Akan tetapi, ingatan masa kecil ini menunjukan bahwa ia mendapatkan
pertolongan dari orang lain. Menerima pertolongan dari orang lain akan
memberikan Adler rasa percaya diri untuk bersaing menghadapi saingan yang kuat.
Rasa percaya diri ini digabung dengan sikap kompetitif akan terbawa padda
hubunganya dengan Sigmund Freud sehingga membuat hubungan di antara keduanya
lemah sejak awal.
2.9.3
Mimpi
Walaupun mimpi tidak bisa
diramalkan masa depan, mimpi bias meberikan petunjuk untuk mengatasi masalah di
masa depan. Namundemikian, orang yang bermimpi tidak ingin mengatasi masalahnya
dengan cara yang produktif. Adler (1956) melaporkan mimpi seoran pria berusia
35 tahun yang sedang mempertimbangkan untuk menikah. Dalam mimpinya, pria
tersebut “menyebrangi perbatasan antara Austria dan Hungaria, dan mereka ingin memenjarakanya”. Adler
mengintrepetasikan mimpi ini bahwa si pemimpi ingin berdiam diri karena ia akan
kalah bila terus maju. Dengan kata lain, pria tersebut ingin mebatasi
aktivitasnya dan tidak punya keinginan untuk mengubah statusnya.
Adler juga menyatakan Gaya hidup
juga terekspresikan dalam mimpi. Adler menolak pandangan freud bahwa mimpi
adalah ekspresi keinginan masa kecil. Menurut Adler, mimpi bukan pemuas
keinginan yang tidak di terima ego tetapi bagian dari usaha si pemimpi untuk
memecahkan masalah yang tidak disenanginya atau masalah yang tidak dapat
dikuasainya ketika sadar
Jadi, bagi Adler mimpi
adalah usaha dari ketidaksadaran untuk menciptakan suasana hati atau keadaan
emosional sesudah bangun nanti, yang bisa memaksa si pemimpi melakukan kegiatan
yang semula tidak dikerjakan.
2.9.4
Psikoterapi
Teori Adrelian
memberikan dalil bahwa psikoterapi berasal dari kurangnya keberanian, perasaan
inferior yang berlebihan, dan minat social yang berkurang berkembangnya. Jadi,
tujuan utama psikoterpi Adlerian adalah untuk meningkatkan keberanian,
memperkecil perasaan inferior, dan menumbuhkan minat social. Akan tetapi, tugas
ini tidak mudah karena pasien
berusaha untuk bertahan pada pandangan
terhadap diri mereka sendiri yang sudah menetap dan nyaman. Untuk mengatasi
penolakan terhadap perubahan. Adler terkadang akan bertanya pada pasien, “Apa
yang akan Anda lakukan kalau saya bias menyembuhkan Anda dengan segera?”
Pertanyaa seperti itu biasanya mendorong pasien untuk mempelajari tujuan-tujuan
hidup mereka dan melihat bahwa mereka sendiri yang bertanggung jawab terhadap
penderitaan mereka.
2.10 Evaluasi
Kelebihan dan
kekurangan teori ini
2.10.1
Kelebihan
1)
Keyakinan yang
optimistis bahwa setiap orang dapat berubah untuk mencapai sesuatu ke arah
evolus manusia bersifat positif
2)
Penekanan hubungan
konseling sebagai suatu media untuk mengubah klien
3)
Menekan bahwa
masyarakat tidak sakit atau salah akan tetapi manusianya yang sakit atau salah.
4)
Menekan bahwa kekuatan
sebagai pusat pendorong prilaku
5)
Gagasan ini
banyakmempengaruhi pendekatan – pendekatan lain
6)
Berorientasi
humanistic
7)
Tingkah lakunya
berarah tujuan
8)
Lebih menekankan pada
asepek – aspek psikologis sosial
9)
Dasarnya dirancang
dalam latar belakang kelompok
10) Konsep
– konsep dasar dan prosedur serta terapnya mudah diikuti
11) Modelnya
dibangun dengan lebih memperdulikan kesesuaiannya untuk menangani orang – orang
normal yang bermasalah dari pada terhadap orang – orang yang menderita psikosa.
2.10.2
Kelemahan
1) Terlalu
banyak menekankanpada tilikan intelektual dalam upaya perubahan
2) Penekanan
yang berlebihan pada pengalaman nilai, minat subjektif sebagai penentu prilaku
3) Meminimalkan
factor biologis dan riwayat masa lalu
4) Terlalu
banyak menekan kan tanggung jawab pada
ketrampilan diagnostik konselor
5) Dari
segi presesi kemungkinan untuk di tes dan validitas empiriknya pada pendekatan
ini lemah (kurang teliti)
6) Ada
kecenderungan untuk menyederhanakan secara berlebihan terhadap beberapa masalah
manusia yang kompleks
^_^ Jika ingin mengunduh file ini klik disini
0 komentar:
Posting Komentar
Mulutmu Harimaumu,...
so, jaga perkataannya yaa... karena tutur kata itu mencerminkan kepribadaian ^_^