Cool Red Outer Glow Pointer

Jumat, 19 Juni 2015

MODEL DAN POLA PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING




MODEL DAN POLA PELAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING

   A.    MODEL-MODEL BIMBINGAN
Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Adapun model-model yang dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah, yaitu :
1.      Frank Parsons menciptakan model Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berpikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2.      William M. Proctor, (1925) mengembangkan model bimbingan dengan mengenalkan dua ungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa.
3.      John M. Brewer, (1932) mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral, dan bimbingan perkembangan.
4.      Donal G.Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenali konseling dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5.      Wilson Little dan Al Champman, (1995) model yang diungkapkan oleh Wilson dan Champman memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preservatif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6.      Kenneth B. Hoyt (1962) mendiskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
7.      Ruth Strabf, (1964) model yang dikemukakan menekankan bentuk pelayanan individu dan kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
8.      Arthur J. Jones, (1970) model yang dikemukakan menekankan bentuk layanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
9.      Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, namun realitanya hanya aspek intelektual yang diperhatikan, dengan kata lain tenaga bimbingan hanya
10.  Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971) mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka saat menghadapi konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis agar menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamika-efektif yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup serta sikap-sikap.
11.  Julius Menacker,(1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa.
Terdapat beberapa model bimbingan yang berkembangan yang dimulai dari periode awal sampai periode sekarang. Model-model tersebut yaitu :
1.      Model Bimbingan Periode Awal
a.       Model Parsonian.
Model ini merupakan buah pikiran atau gagasan dari Frank Parson yang berupaya menjodohkan karakteristik individu dengan  syarat-syarat yang dituntut suatu pekerjaan. Teori ini menekankan tentang bantuan yang dilakukan oleh konselor terhadap individu yang akan masuk ke dunia kerja. Teori yang dikembangkan oleh Frank Parson ini memberikan kontribusi yang sangat berarti kepada perkembangan bimbingan terutama yang menyangkut tiga aspek :
1)       Kegiatan menganalisis yang dilakukan sebelum memilih pekerjaan menggunakan tes psikologis untuk memperkirakan karakteristik individu.
2)       Bimbingan sebagai suatu program membantu individu sebelum masuk ke dunia kerja.
3)       Bimbingan model Parson memfokuskan pada aspek vokasional/ biro pekerjaan.


b.      Bimbingan Identik dengan Pendidikan
Yang mengemukakan model ini adalah Brewer melalui bukunya “Education as Guidance” yang dipublikasikan pada tahun 1932.Para ahli lain yang berpendapat sama sengan Brewer  adalah:
1.                   Meyer mengemukakan “all education is now regocnized”
2.                  Hawkes menyatakan bahwa “education is guidance and guidance is education”
3.                  Hildreth berpendapat bahwa “tidak ada perbedaan yang berarti antara pendidikan dan bimbingan,baik dalam tujuan,metode,maupun hasil”.
Bimbingan identik dengan pendidikan,karena rangkaian kegiatan-kegiatannya meliputi semua kegiatan pendidikan.

2.      Model Bimbingan Periode Berikutnya
a.       Bimbingan sebagai Distribusi dan Penyesuaian
Pada tahun 1930 an, Koos dan Kefauver memperkuat pendapat dari Proctor yaitu siswa Sekolah Menengah Atas sangat membutuhkan bantuan dalam memilih studi. Koos da Keufauver mengemukakan bahwa bimbingan berfungsi distribusif dan penyesuaian dan harus melaksanakan dua fungsi pokok yaitu :
1)      Distribusi. Dalam hal ini konselor berupaya untuk membantu siswa dalam  menyusun tujuan-tujuannya baik dari bidang pekerjaan, sosial atau lainnya serta membantu untuk menemukan peluang dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Hal ini bertujuan agar siswa mampu pemahami dirinya dan lingkungannya.
2)      Penyesuaian. Dalam hal ini konselor membantu klien agar dapat menyesuaikan diri dan memadukan pengetahuan tentang dirinya dengan lingkungan yangterkait dengan tujuan yang ingin dicapai.
Bimbingan sebagai distribusi dan penyesuaian mempunyai fungsi yaitu:
1)            Membantu siswa agar memperoleh tingkat efisisensi dan kepuasan yang tinggi dalam melakukan aktivitas.
2)            Membantu siswa untuk membantu memilih kegiatan diluar ssekolah.
3)            Membantu siswa agar dapat merumuskan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai.
4)            Membantu siswa untuk memperoleh informasi berupa faktor yang harus diperyimbangkan dalam merumuskan perencanaan, probabilitas keberhasilan, kegiatan yang ingin dipilih, program sekolah dan lain-lain.
b.      Bimbingan sebagai Proses Klinis.
Bimbingan sebagai proses klinis diperkenalkan pertama kali oleh M.S Viteles, Donald G. Paterson dan E.GWiiliamson.Model bimbingan sebagai suatu proses klinis menekankan kepada penggunaan tes psikologis, tes klinis dan studi diagnostik analitik sehingga konselor dapat memahami kliennya secara lebih baik dan dapat menentukan masalah-masalah klien secara lebih akurat dan cepat serta memberikan treatment yang lebih cepat juga. Model ini bersifat direktif yang hasilnya sring efisien dan ekonomis.
c.       Bimbingan sebagai Pengambilan Keputusan
Bimbingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Jones dan Myer. Dalam model ini, konselor memiliki tugas untuk mendorong siswa untuk memahami nilai-nilai dan menyertakannya dalam mengambil keputusan dan memberika informasi tentang peluang-peluang yang bermanfaat dari setiap alternative yang dipilih. Model ini juga memiliki asumsi bahwa keragaman antar individu sangat penting, permasalahn tidak dapat diselesaikan dengan sukses tanpa bantuan orang lain yang professional/konselor.
d.      Bimbingan sebagai Sistem Eklektik.
Bimbingan eklektik merupakan representasi dari pendapat dan teori Strang, Traxler, Erickson, Froechlich, Darley, Trorne dan lainnya. Model bimbingan eklektik memiliki beberapa assumsi dasar yaitu : individu memerlukan bantuan professional secara periodic dalam memahami dirinya dan memecahkan masalahnya, individu memiliki kemampuan untuk belajar dan membuat perencanaan, pemberian pelayanan yang berorientasi kepada teori tunggal memiliki keterbatasan dalam prosedur, teknik atau pandangan dibandingkan dengan yang bersumber dari beberapa teori.
3.      Model Bimbingan Kontemporer
a.     Bimbingan sebagai Konstelasi Layanan
Model bimbingan ini diperkenalkan pertama kali oleh Hoyt pada tahun 1962. Dia mengemukakan bahwa program bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor tetapi tanggung jawab bersama semua anggota sekolah, konselor merupakan figur kunci yang bertanggung jawab terhadap program bimbingan dan pekerjaan konselor yang lebih utama adalah menjalin kerjasama dengan para guru. Hoyt juga meyakini bahwa tujuan layanan konseling akan tercapai dengan sukses apabila diintegrasikan dengan tujuan sekolah.
b.    Bimbingan Perkembangan
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Wilson Little dan A.L Chapman yang menyusun buku Developmental Guidance in the Secondary School, Herman J. Peter dan Gail Farwell yang menyusun buku A Development Approach serta Robert Mathewson yang menyusun buku Guidance Policy and Practice. Bimbingan dan konseling yang dipandang sebagai proses perkembangan menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik atau individu dalam semua fase perkembangannya yang menyangkut aspek-aspek vokasional, pendidikan, pribadi dan sosial ( Shertzer & Stone, 1971: 76; Robert D. Myrick dalam Sunaryo K, 1996: 99; dan Dedi Supardi; 1997;7). Model bimbingan pengembangan ini bersifat konprehensif meliputi semua rentang kehidupan, tidak hanya terbatas kepada aspek vokasional dan pendidikan, dan juga bersifat interpretatif.
c.     Bimbingan sebagai Ilmu Pengetahuan tentang Kegiatan yang Bertujuan
Metode bimbingan ini diperkenalkan pertama kali oleh Tiedeman dan Field pada tahun 1962. Menurut Tiedeman dan Field mendefinisikan bimbingan sebagai kegiatan professional yang menggunakan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan yang bertujuan dalam struktur pendidikan yang spesifik. Pada hakekat pendidikan, posisi konselor sebagai pelengkap dan bimbingannya pun tidak termasuk ke dalam pendidikan. oleh karena itu, Tiedeman dan Filed menekankan bahwa bimbingan tersebut harus eksis dalam proses pendidikan.
d.    Bimbingan sebagai Rekostruksi Sosial.
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Edward J. Shoben pada tahun 1962. Dia berpendapat bahwa konselor adalah leader dalam merenkonstruksi sosial disekolah seperti pengelompokan siswa. Dalam metode ini, tugas utama bimbingan adalah membantu siswa dalam mengembangkan potensinya dan menemukan cara mengekspresikan diri sesuai dengan norma masyarakat. Bimbingan yang dirancang harus sistematis dan mendorong siswa unruk menelaah nila-nilai dan untuk menjalani kehidupan yang teruji.
e.     Bimbingan sebagai Pengembangan Pribadi.
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Chris D. Kehas pada akhir tahun 1960 an. model ini merupakan tahap awal dalam membangun kerangka kerja konseling di sekolah. Dalam model bimbingan ini yang menjadi perhatian utamanya adalah perkembangan individu. Kehas berpendapat bahwa teaching dan conseling merupakan dua pendekatan yang berhubungan dengan siswa yang bersifat komplementer dan kolaboratif yang sama-sama penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
f.     Konseling Keterampilan Hidup.
Konseling keterampilan hidup merupakan suatu model yang intergratif untuk membantu klien agar mampu mengembangkan keterampilan membantu dirinya sendiri. Konseling keterampilan hidup dikatakan integratif karena mengkombinasikan atau memanfaatkan berbagai pendekatan dari para ahli dalam proses pemberian bantuannya kepada klien. Konseling keterampilan hidup dalam melaksanakan pendekatan didasarkan empat asumsi dasar yaitu banyak masalah yang dibawa kepada konselor merupakan refleksi hasil belajar klien, yang paling berpengaruh terhadap massalah klien adalah kelemahan klien dalam berpikir dan bertindak untuk mengatasi masalah, konselor yang efektif adalah mampu menciptakan supportive helping relationship dan melatih klien agar memiliki keterampilan berpikir dan bertindak, tujuan utama konseling adalah membantu klien agar mampu mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak dan dapat mengatasi masalahnya dan mencegah masalah di masa depan.
g.    Konseling Respectful.
Model ini diperkenalkan oleh Michael D. Andrea dan Judy Daniels. Kerangka kerja konseling ini menekankan tentang perlunya konselor menyadari bahwa pengembangan psikologis baik dirinya maupun klien yang dipengaruhi oleh faktor-faktor multidimensi seperti : spiritual/ identitas religious (R), Etnik (E), Identitas Seksual (S), Kematangan PSikologis (P), Kelas Sosial Ekonomi (E), Tentang Kronologis (C), Ancaman (T), Sejarah Keluarga (F), Keunikan Karakteristik Fisik (U), dan Lokasi Tempat Tinggal (L) yang dirangkum dalam nama model konseling RESPECTFUL. Model ini dikembangkan untuk membantu konselor agar mampu berpikir lebih holistik tentang kliennya dan mendorong para praktisi untuk mempertimbangkan kerangka kerja mereka dipengaruhi oleh berbagai faktor beragam.
h.    Konseling Religius (Islami).
Konseling religius adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan komitmen beragamanya sebagai hamba dan khalifah Allah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan kebahagiaan hidup bersama, baik secara fisik maupun psikis baik di dunia maupun di akhirat kelak. Konseling religius memiliki beberapa prinsip yaitu kerahasiaan, kepercayaan, kecintaan berbuat baik kepada orang lain, mengembangkan sikap, persaudaraan atau sikap damai diantara sesame, memperhatikan masalah-masalah kaum muslimin, memiliki kebiasaan untuk mendengarkan yang baik, memahami budaya orang lain, adanya kerjasama antara ulama dan konselor, memiliki kesadaran hukum, bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai model utama dalam kehidupan. Konseling Religius juga memiliki tujuan yaitu memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah, memiliki kesadaran akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah, memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri secara sehat, memiliki kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur dan menggunakan waktu luang, bagi yang sudah berkeluarga sebaiknya menciptakan iklim kehidupan keluarga yang fungsional, memiliki komitmen diri untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama sebaik-baiknya, memiliki sikap dan kebiasaan belajar atau bekerja yang positif, memahami masalah dan menghadapi secara wajar, tabah dan sabar, memahami faktor yang menyebabkan timbulnya masalah atau stress, mampu mengubah persepsi atau minat, mampu mengambil hikmah dari musibah yang dialami, dan mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan introspeksi diri.

    B.     POLA-POLA DASAR PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yaitu :
1.      Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa.
2.      Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu, seperti bimbingan karir,bimbinan konseling.
3.      Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Pola ini mempunyai segi positif yaitu terlibat hubungan langsung dalam seluk beluk pengajaran, sedangkan segi negatifnya adalah kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar.
4.      Pola Relasi-Relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan hidup lebih bahagia bila menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain.
5.      POLA 17 PLUS
1.      Bidang Pengembangan
a)             Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat.
b)            Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat.
c)             Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik menegmbangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
d)            Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi serta memilih dan mengambil keputusan karir.
2.      Jenis Layanan.
a)      Layanan Orientasi, yaitu layanan yang membantu peseta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
b)      Layanan Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir, dan pendidikan lanjutan.
c)      Layanan Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik untuk memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan, program latihan, magang dan kegiatan ekstrakurikuler.
d)     Layanan Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik untuk menguasai konten tertentu terutama kompetensi dan kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat.
e)      Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengentasan masalah pribadinya.
f)       Layanan Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir, dan pengambilan keputusan serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
g)      Layanan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasab masalah pribadi melalui kelompok.
h)      Layanan Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani masalah peserta didik.
i)        Layanan Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar peserta didik.
3.      Kegiatan Pendukung.
a)      Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan pengumpulan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya melalui aplikasi berbagai instrumen baik melalui tes maupun non tes.
b)      Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan cara penegmbangan peserta didik yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komperhensif, terpadu dan bersifat rahasia.
c)      Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen untuk mengentaskan masalah peserta didik yang bersifat tertutup dan terbatas.
d)     Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen untuk mengentaskan masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orag lain atau keluarganya.
e)      Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan yang menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar dan karir.
f)       Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik kepada pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.
    C.     ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
1.      STRUKTUR ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
Keterangan :
a.       Unsur Kan Depdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekola.
b.      Kepala Sekolah ( bersama Wakil Kepala Sekolah ), adalah penganggung jawab pendidikan pada satuan pendidikan (SLTP, SMA, SMK) secara keseluruhan, termasuk penanggung jawab dalam membuat kebijakan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
c.       Koordinator Bimbingan dan Konseling (bersama guru pembimbing/konselor sekolah), adalah pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling.
d.      Guru ( Mata Pelajaran atau Praktik), adalah pelaksana pengajaran dan praktik/latihan.
e.       Wali Kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan administrasi (seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kelas tertentu.
f.       Siswa, adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik/latihan, dan bimbingan di SLTP, SMA, SMK.
g.      Tata Usaha, adalah pembantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan administrasi dan ketatausahaan.
h.      Komite Sekolah, adalah organisasi yang terdiri dari unsure sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat, yang berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan.
2.       PERAN PERSONIL BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling di sekolah oleh banyak pakar dikatakan dengan team work (Shetzer dan Stone,1985) tidak hanya oleh guru pembimbing atau konselor di bawah koordinasi seorang koordinator bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraannya mau tidak mau akan melibatkan personil sekolah lainnya(kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, wali kelas, staf administrasi) agar lebih berperan sesuai batas-batas kewenangan dan tanggung jawabnya. Adapun peran personil sekolah yaitu :
1.      Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah, peran kepala sekolah yaitu:
a.       Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pendidikan, yang meliputi kegiatan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan dan konseling di sekolah.
b.      Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
c.       Memberikan kemudahan bagi terlaksananya program kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
d.      Melakukan supervisi terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
e.       Menetapkan koordinator guru pembimbing yang bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru pembimbing (konselor).
f.       Membuat surat tugas pembimbing dalam proses bimbingan dan konseling pada tiap awal semester.
g.      Menyiapkan surat pernyataan melakukan kegiatan bimbingan dan konsleing sebagai bahan usulan angka kredit bagi guru pembimbing (konselor).
h.      Mengadakn kerjasama dengan instansi lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.
i.        Melaksanakan layanan bimbingan dan konseling terhadap minimal 40 siswa bagi kepala sekolah yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
2.      Wakil Kepala Sekolah
Wakil kepala sekolah bertugas membantu kepala sekolah dalam hal:
a.       Mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada semua personil sekolah
b.      Melaksanakan kebijakan pimpinan sekolah terutama dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
c.       Melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap minimal 75 siswa, bagi wakil kepala sekolah yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
3.      Koordinator Guru Pembimbing (Konselor)
Peran coordinator bimbingan dan konseling adalah sebagaiberikut:
a.       Mengkoordinasikan para guru pembimbing (konselor) dalam: Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling, Menyusun program, Melaksanakan program, Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling, Menilai program, Mengadakan tindak lanjut.
b.      Membuat usulan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya,tenaga, sarana dan prasarana.
c.       Mempertangggungjawabkan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling kepada kepala sekolah.
4.      Guru Pembimbing (Konselor)
Adapun peran guru pembimbing atau konselor :
a.       Memasyarakatkan kegiatan bimbingandan konseling
b.      Merencanakan program bimbingan dan konsleing
c.       Melaksanakan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling
d.      Melaksanakan layanan pada berbagai bidang bimbingan terhadap sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya
e.       Melaksanakan kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling
f.       Mengevaluasi proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling
g.      Menganalisis hasil evaluasi
h.      Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis evaluasi
i.        Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling
j.        Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada koordinator guru pembimbing.
5.      Guru Mata Pelajaran
Guru mata pelajaran berperan dalam:
a.       Membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
b.      Melakukan kerjasama dengan guru pembimbing dalam mengidentifikasi siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling
c.       Mengalihtangankan siswa yang memerlukan bimbingan kepada guru pembimbing
d.      Mengadakan upaya tindak lanjut layanan bimbingan (program perbaikan dan program pengayaan).
e.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling dari guru pembimbing.
f.       Membantu mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian layanan bimbingan.
g.      Ikut serta dalam program layanan bimbingan.
h.      Berpartisipasi dalam kegiatan pendukung seperti konferensi kasus.
i.        Berpartisipasi dalam upaya pencegahan munculnya masalah siswa dalam
6.      Wali Kelas
Wali kelas mempunyai peran :
a.       Membantu guru pembimbing melaksanakan layanan yang menjadi tanggungjawabnya.
b.      Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa untuk mengikuti layanan bimbingan.
c.       Memberikan informasi tentang siswa di kelas yang menjadi tanggungjawabnya untuk memperoleh layanan bimbingan.
d.      Menginformasikan kepada guru mata pelajaran tentang siswa yang perlu diperhatikan khusus.
e.       Ikut serta dalam konferensi kasus.
7.      Staf Tata Usaha/Administrasi
Staf tata usaha mempunyai peran sebagai berikut :
a.       Membantu guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
b.      Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling.
c.       Membantu menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan bimbingan dan konseling.
d.      Membantu melengkapi dokumen tentang siswa seperti catatan kumulatif siswa.



DAFTAR PUSTAKA

http://syifahanifati.wordpress.com/2014/01/15/model-dan-pola-dalam-layanan-bimbingan-dan-konseling/



^_^ Jika ingin mengunduh file ini, klik disini

2 komentar:

Unknown mengatakan...

sebenarnya artikelnya sangat bagus dan berisi tp sayang ga da foot note y jd ga tau sumber y dr mana

Anonim mengatakan...

Emperor Casino | The most accurate and safe Bitcoin casino
Emperor Casino is 제왕 카지노 a trusted Bitcoin worrione casino. We strive to be as transparent as possible 온카지노 when it comes to casino bonuses, payments and user experience.

Posting Komentar

Mulutmu Harimaumu,...
so, jaga perkataannya yaa... karena tutur kata itu mencerminkan kepribadaian ^_^

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review